*ILUSTRASI

Mereka bisa menjelaskan dengan baik job yang ditawarkan kepada Diana. Buktinya, wajah Diana tampak berbinar-binar. Betapa tidak, ia ditawari membintangi film lagi selepas filmnya yang pertama beredar. Pelajar SMU kelas I itu memang senang. Sebab, perannya kini tak jauh berbeda, yakni sebagai remaja berjilbab. Ia baru pulang sekolah dan masih memakai seragamnya, blus putih dan rok panjang hijau serta jilbab putih. Siang itu, cuma ada 2 pembantu di rumah.


“Syukurlah. Saya memang menunggu tawaran yang seperti ini. Saya memang sudah bertekad hanya mau berkiprah lagi di film, sinetron atau yang lainnya, asalkan saya boleh tetap mengenakan jilbab,” katanya.
“Betul Mbak. Dengan jilbab, Mbak tampak lebih… eh maaf… cantik begitu…” sahut lelaki berdasi hijau dengan perut lumayan membuncit.

“Ehhh… aslinya memang cantik kok !” bantah Diana
dengan nada bercanda, ditimpal tawa berderai kedua
tamunya.
Perbincangan mereka terhenti sejenak oleh datangnya pembantu yang membawa baki berisi tiga gelas minuman.
“Eh…maaf Mbak. Kalau tidak keberatan, tolong sopir kami juga dikasih minum. Dari tadi dia ribut haus,” ujar lelaki berdasi merah.

Diana tersenyum dan menyuruh pembantunya membawakan minum buat sopir di luar. Mereka kembali terlibat pembicaraan serius. Namun, lagi-lagi ada gangguan
datang. Kali ini, si sopir yang masuk tergopoh-gopoh.
“Eh…oh…tolong, simbok kepleset di depan. Dia pingsan,”
kata sopir bertubuh besar itu. Ia membopong pembantu yang tadi mengantar minuman. Tanpa setahu Diana, lelaki itu mengerdipkan mata kepada kedua
temannya. Diana tergopoh-gopoh memberitahu pembantunya yang
lain. Mereka kemudian membawa pembantu yang pingsan itu ke kamarnya dan membaringkannya di ranjang.
“Bagaimana ? Perlu panggil dokter?” tanya Diana dengan raut wajah cemas.
Si sopir dan lelaki berdasi biru berlagak mengecek denyut nadi simbok.
“Nggak apa-apa. Cuma kaget. Kamu tunggu di sini, kasih minum kalau sudah bangun,” ujar lelaki berdasi hijau.
“Syukurlah kalau gitu. Bibi, kamu ambil minum dan tunggu simbok bangun ya?” sahut Diana. “Yuk, kita ke depan lagi,” lanjutnya kepada dua tamunya.

“Eh, kamu apain dia?” lelaki itu berbisik kepada temannya. Si sopir memberi kode pukulan di belakang kepala. Temannya tersenyum dan memberi kode jempol.
Diana dan kedua tamunya sudah kembali duduk di ruang tamu. Mereka kembali serius membincangkan soal kontrak dan honor. Namun, 10 menit kemudian, pembicaraan itu kembali terganggu. Si sopir keluar dari ruang dalam sambil senyum-senyum. Diana merasa heran juga dengan sikap lelaki itu.
“Gimana? Simbok sudah siuman?”
“He he he… belum tuh. Malah sekarang dua-duanya pingsan,” sahutnya.
“Pingsan?” Diana makin heran.
“Iya betul. Gue senggol kepalanya sedikit aja pingsan.Payah tuh dua pembokat,” sahutnya sambil cengengesan kayak Amrozy tersangka bom Bali.
“Eh, apa-apa… ada apa ini?” Diana tampak amat terkejut.
Lelaki berdasi hijau berlagak mencoba menjelaskan.
“Begini Mbak Diana. Si Panjul ini ingin bilang bahwa Mbak Diana sekarang sendirian menghadapi kami bertiga. Betul gitu, Njul?”
Diana baru akan membuka mulutnya saat Panjul kembali berucap.
“Iya Ndut. Kita kan nggak mau waktu senang-senang sama Mbak Diana, diganggu dua mbok-mbok itu. Iya kan Wer?” Lelaki berdasi merah ati yang dipanggil Dower oleh
temannya cuma manggut-manggut. Bibirnya memang dower. Diana mulai menyadari dirinya dalam bahaya. Dengan tiba-tiba ia bangkit dari duduknya di sofa. Tapi
gagal, sebab Panjul dari belakang menekan bahunya.
“Iiiihhhh… apa-apaan sih ini?” Diana meronta, tangannya mencoba menepis kedua tangan Panjul. Tapi tentu saja sulit. Tangan mungil Diana tak ada artinya menghadapi tangan kekar Panjul. Kini Panjul malah memegang kedua pergelangannya dan
menariknya terentang, lalu menekannya di bagian atas sandaran sofa.
“Kamu nggak usah repot-repot melawan dan teriak. Nanti capek sendiri, atau malah jadi kesakitan,” kata Panjul setengah berbisik di dekat telinga Diana.
Diana begitu tersiksa dengan posisi seperti itu. Apalagi, Panjul menyempatkan menjilat pipinya yang mulus. Artis mungil itu pucat pasi. Gendut dan Dower kini duduk mengapitnya.
“Soal kontrak itu, kamu jangan khawatir. Kita tetap akan buat videoklip dan kamu tetap pakai jilbab,” kata Gendut seraya memegang ujung jilbab Diana dan
menyampirkan ke bahunya.
“Aihhh… saya nggak mau… tolong… berhenti…. AIIIHHH….” Diana memiawik, sebab Gendut mengusap-usap tonjolan di dada kirinya. Dower ikut-ikutan mengusap,
bahkan meremas-remas pDianadara kanan remaja berumur 16 tahun itu.
“Betul Mbak. Mbak boleh dan bahkan harus tetap pakai jilbab. Cuma, dari sini ke bawah harus… dibuka !!!” Dower mengakhiri kalimatnya dengan mengoyak bagian
muka seragam sekolah Diana diiringi jerit Diana.
Tiga lelaki itu berdecak-decak, mengagumi mulus dan padatnya kedua pDianadara Diana yang masih tersangga bra. Gendut dan Dower bersama-sama menarik turun tali
bra Diana. Lalu, bersamaan pula mereka merogoh ke balik cup bra Diana diiringi pekik perempuan itu.
Diana merintih-rintih, mengiba-iba agar mereka berhenti mempermainkannya. Tapi tetap saja kedua lelaki yang mengapitnya, meremas-remas sepasang buah
dadanya. Mereka kini bahkan mengeluarkan pDianadaranya dari wadahnya. Dower dan Gendut seperti berlomba menjilati dan mengulum puting Diana.
“Tetek Diana hebat juga. Saya suka jenis yang seperti ini,” kata Dower sambil menjepit puting Diana dan mengguncang-guncangkannya.
“Kalian…ohhh…kurang…ajar !” pekik Diana.
“Video kita pasti laris manis,” timpal Gendut sambil mencengkeram pDianadara Diana dengan sebelah tangan dan menyentil-nyentil putingnya.
“Kita sekarang sudah siap bikin edisi sampelnya. Tuh, kameramen kita sudah datang. Ayo Lae, siap action,” lanjutnya.
Diana menjerit. Di depan mereka kini sudah ada lelaki lain yang menyandang kamera. Lampu kamera tampak menyala, tanda si kameramen mulai bekerja. PDianadaranya
kembali jadi sasaran pemuas mulut.
“Gantian pegangin dong… gue juga pengen pegang teteknya,” kata si Panjul.
Kedua temannya tertawa, lalu ganti memegangi tangan Diana. Panjul dengan
kegirangan langsung menggenggam kedua pDianadara Diana, meremas-remasnya dengan gemas dan menarik-narik kedua putingnya ke atas. Diana tentu saja menjerit-jerit
kesakitan.
Dower berinisiatif merenggut putus bra Diana dan mengikat kedua tangannya ke belakang tubuhnya. Diana menangis waktu blusnya dicabik-cabik lalu rok hijaunya dilucuti, hingga kini ia hanya memakai jilbab dan cd.
Panjul masih asyik dengan pDianadara Diana. Kedua temannya kini mengangkat kedua kaki Diana hingga kini bertumpu di pinggir sofa. Posisi ini membuat pangkal
paha Diana terbuka bebas. Gendut mengelus-elus gundukan yang berlapis katun putih di pangkal paha Diana.
“Ini akan membuat video kita makin laris, Mbak Diana,” kata Gendut sambil menarik bagian tepi cd Diana.
Diana memiawik dan meronta-ronta dengan sia-sia. Si Lae mengclose-up pangkal paha Diana dengan kameranya. Vagina artis pendatang baru berwajah lembut itu tampak cantik. Celah di antara dua bibir vaginanya tampak masih mulus dan
rapat. Khas vagina remaja. Rambut kemaluannya pun tipis.
“Pinjam memiawnya sebentar, ya Mbak?” si Gendut tiba-tiba melorot ke depan Diana.
“Jangaaaan…. oohhh…. jangaaaannnn!!!” Diana menjerit-jerit.
Gendut mengoyak cd-nya sampai lepas. Dikucek-kuceknya vagina dengan rambut yang tak seberapa lebat itu. Lidahnya mulai menyapu bagian muka celah vagina Diana
dari bawah ke atas. Dua jempolnya dengan kasar melebarkan celah vagina
Diana, lalu lidahnya langsung menusuk-nusuk ke dalam. Dari dalam, lidah yang kasar itu menyapu naik hingga menyentuh klitoris Diana. Teriakan Diana sudah makin
keras saat Dower naik ke sofa dan mengangkangi wajahnya.
“Ini juga bisa bikin videoklip kita laris !” teriaknya sambil mendorong penisnya menyumpal bibir mungil Diana.
Berjuta perasaan mengganggu Diana. Di satu sisi, ia merasa terhina dengan perlakuan itu. Ia mual juga karena harus mengulum penis milik lelaki yang baru
dikenalnya. Namun, rangsangan intens di klitorisnya begitu mengganggu dirinya. Apalagi, Panjul pun kini mulai menggelitik putingnya dengan lidahnya.
Diana nyaris gagal mempertahankan harga dirinya untuk tidak orgasme ketika Gendut tak henti-henti menghisap klitorisnya.
Tapi perempuan itu bersyukur karena Gendut berhenti sebelum ia mencapai orgasme. Ia pasti akan sangat terhina kalau menikmati pemerkosaan ini !
Terhina tapi merasakan nikmat dan tersiksa oleh rasa sakit adalah pilihan yang teramat sulit. Tapi Diana tak harus memilih. Lolos dari perasaan hina, ia masuk
ke alternatif kedua… rasa sakit. Itulah yang kini dirasakannya saat Gendut dengan tanpa perasaan menusukkan penisnya langsung sejauh-jauhnya ke dalam
vaginanya. Diana masih perawan, karenanya diperlakukan seperti itu, pasti sakitnya bukan kepalang. Ia mencoba menjerit, tapi mulutnya tersumpal penis besar.

“memiaw Mbak…hihhhh….hebat….sekali….” Gendut terus meracau sambil menggenjot pinggulnya.
Diana mencoba membunuh perasaannya. Dipejamkannya matanya erat-erat saat cairan hangat memenuhi rongga vaginanya, disusul beberapa detik kemudian di dalam
mulutnya ! Gendut dan Dower terkekeh-kekeh di hadapan korbannya yang terkapar di sofa dengan napas terengah-engah. Panjul masih saja asyik mempermainkan gunung
kembarnya. Diana tak kuasa melawan ketika Panjul mengangkat tubuhnya hingga kini terlentang di atas meja tamu. Kepala Diana dengan jilbab yang agak kusut terkulai di ujung meja. Si Lae masih dengan kameranya mendekati Diana dari arah kepala.

Diana panik ketika Lae menggeletakkan penisnya di atas dahi, menjulur ke bibirnya yang masih belepotan sperma. Tangan kiri Lae menjulur ke dada kiri Diana dan menjepit putingnya.

“Ayo Mbak… emut tongkolku !” katanya diiringi mengerasnya jepitan di puting Diana. Tak kuasa menahan sakit, Diana membuka mulutnya dan membiarkan penis Lae memasukinya. Pada saat bersamaan, Panjul mendorong penisnya masuk ke vaginanya yang masih terasa pedih. Cukup lama itu berlangsung sampai saatnya Panjul menarik penisnya keluar dan berlari ke arah Lae.

“Minggir Lae. Gantian loe sikat memiawnya,” katanya sambil menggenggam penisnya.

Ternyata Panjul cuma ingin menyemprotkan spermanya ke wajah imut Diana. Sekejap saja, wajah Diana basah oleh cairan putih kental. Setumpuk sperma malah sampai menutup sebelah matanya. Begitu spermanya habis, Panjul memaksa Diana mengulum penisnya sampai bersih. Lae yang kini menggarap kelamin Diana pun tak mampu lebih lama lagi. Ia menarik penisnya keluar dan berejakulasi di dalam mulut Diana.

Keempat lelaki itu membiarkan Diana tergeletak di meja kian lama. Tetapi perempuan tu akhirnya menangis terisak-isak saat didudukkan di meja dan ikatan tangannya dilepas.

“Sekarang kamu jalan merangkak ke kamar mandi, terus mandi yang bersih. Habis ini ita pergi untuk melanjutkan produksi video. Cepat dan jangan macam-macam,” kata endut sambil mendorong Diana hingga terguling ke lantai. Perlahan perempuan itu erangkak. Lae tak melewatkan adegan langka itu. Seorang perempuan berjilbab dengan wajah basah sperma dan tak ada kain lain yang melekat di tubuh matangnya, merangkak perlahan. Dari belakang, diambilnya close up gambar selangkangan Diana dengan sperma yang masih meleleh keluar dari celah vaginanya yang agak membuka. Diana hampir sampai kamar mandi ketika Dower mendekatinya dari belakang. Lelaki itu memegangi kedua pantat telanjangnya yang bundar.

“Sebentar. Ada yang kelupaan. Gue lupa pantat loe masih perawan,” katanya.

“Jangan….auhhhh… jangannn…” Diana merintih merasakan dua jari Dower menusuk vaginanya.
“Aaakhhhh….sakkiiiit… jangan di situ…. ohhhh…” rintihan Diana makin keras.

Dua jari Dower kini berusaha memasuki liang anusnya yang sempit. Tapi percuma saja Diana melawan. Lelaki itu begitu kuat, sementara ia sudah kehabisan tenaga. apalagi, tiga lelaki lainnya kini ikut merubungnya.

“Udaaah… nggak apa-apa Mbak. Mending disodomi sekarang daripada nanti habis mandi,” kata Lae, sambil
menghidupkan lagi kameranya. Diana cuma bisa menggigit bibirnya, menahan pedihnya anusnya yang mulai diterobos penis Dower. Tapi akhirnya ia menjerit histeris ketika Dower berhasil menembus liang sempit itu. Pandangan matanya berkunang-kunang selama 10 menit aksi sodomi itu, sampai akhirnya Dower menumpahkan lagi spermanya, kali ini ke dalam anusnya.

Tak pernah terbayangkan oleh Diana akan diperlakukan sedemikian rupa. Berada di alam kamar mandinya sendiri, dikerumuni empat lelaki asing yang semuanya telanjang. Jangankan telanjang bulat, untuk membuka jilbab seperti saat ini ilakukannya pun, ia sudah bertekad untuk tidak melakukannya lagi di hadapan lelaki yang tak dikenalnya. Tapi yang tak terbayangkan itu kini terjadi. Diana mengguyur sekujur tubuhnya, membersihkan bekas-bekas pemerkosaan di hadapan 4 pasang mata lelaki, salah satunya dengan kamera yang menyala. Lalu, bukan ia sendiri yang menyabuni setiap inchi tubuhnya, tetapi para lelaki itu. Bayangkan, bagaimana mereka menyabuni pDianadaranya sambil sesekali nakal memilin-milin kedua putingnya. Tak terbayangkan pula tangan-tangan kasar menyabuni pangkal pahanya yang sudah pasti diikuti dengan masuknya dua tiga batang jari ke celah vaginanya. Pengalaman baru pula bagi Diana ketika harus mencuci bersih empat batang penis yang tadi memperkosanya. Malah, salah satu dari mereka, tak mampu menahan diri, menyetubuhinya sekali lagi di bawah shower !

Usai mandi dan menghanduki tubuhnya sampai kering bukan berarti akhir semua penghinaan itu. Keempat pemerkosanya melarangnya menutupi tubuhnya dengan handuk yang kecil sekalipun. Jadilah Diana dengan rambutnya yang lebat terurai sebahu, berjalan telanjang bulat diiringi keempat lelaki itu ke kamarnya.Diana agak lega ketika disuruh mengambil jilbab dan jubah dari lemari pakaian, meski dilarang mengenakan bra dan cd.

“Pakai jilbab dulu,” kata Gendut ketika melihat Diana hendak mengenakan jubah krem.
Jilbab itu pun kini terpasang, cukup panjang untuk menutupi pDianadaranya. Tapi endut mendekatinya,memegang ujung jilbab dan menyampirkannya ke bahu.

“Ini nggak perlu ditutupi,” katanya seraya meremas-remas kedua pDianadara Diana yang tampak segar sehabis mandi.

Diana menunggu disuruh mengenakan jubahnya. Karena itu, ia agak kecewa ketika disuruh duduk di tepi ranjangnya, menghadapi kaca meja rias. Ia makin cemas saat kedua kakinya diangkat, hingga kini ia duduk mengangkang.

“Jembutmu lebat sekali, Mbak. Cukur dulu ya?” kata Dower sambil menyodorkan pencukur jenggot kepada Diana. Tanpa banyak tanya, disemprotnya selangkangan Diana dengan busa pencukur.

“Cukur yang bersih ya? Jangan tersisa sehelai pun,” lanjutnya sambil mengucek-ucek selangkangan Diana. Wajah Diana merah padam menahan malu. Tangannya gemetar saat mulai mencukur. Kedua matanya yang sDiana meneteskan air bening. Tapi para lelaki itu tak peduli. Lae malah dengan santai bersila di lantai di hadapan Diana dan mengarahkan kameranya ke kesibukan di vagina perempuan itu. Akhirnya ritual bersih-bersih itu usai. Diana melemparkan pencukur ke lantai dengan frustrasi.Tiba-tiba Gendut mendorongnya hingga jatuh terlentang ke ranjang.

“Kita lihat, sudah bersih belum,” katanya, lalu mengelap vagina Diana dengan ujung sprei. Vagina perempuan dewasa itu kini tampak mulus dengan kulit kemerahan. Gendut merapatkan wajahnya ke selangkangan Diana. Tak disangka, ia menemukan dua helai rambut kemaluan Diana masih belum tercukur. Dicabutnya satu persatu. Akibatnya, Diana dua kali menjerit kesakitan. Tapi perempuan itu diam-diam lega juga, karena lidah lelaki itu kemudian menjilati kulit bekas tempat tumbuhnya rambut yang dicabut itu.

“Nanggung ah…. aku kepengen lagi,” tiba-tiba Gendut berlutut dan langsung menempatkan penisnya ke liang vagina Diana. Teman-temannya kontan protes.
“Eh jangan Ndut… dia kan udah mandi…”

“Alaaa nggak apa-apa. Gue janji ngecrot di luar,” kata Gendut sambil mendorong penisnya masuk. Diana mengerang tanpa daya. Ia tak bisa lagi menghitung sudah berapa kali disetubuhi sesiang ini. Betul saja, Gendut menarik keluar penisnya begitu mencapai orgasme untuk kesekian kalinya. Tapi yang Diana tidak tahu, Gendut menampung spermanya ke dalam cangkir. Gendut lalu menyodorkan gelas itu kepada Panjul. Diana tak kuasa menolak ketika rahangnya dicengkeram sehingga mulutnya membuka dan sperma Gendut dicurahkan ke dalamnya. Diana terpaksa menelannya dengan penuh rasa jijik. Yang ditunggu Diana datang juga. Ia akhirnya diminta memakai jubah kremnya. Panjul berlagak merapikan jubah Diana. Tapi sebetulnya ia cuma ingin merasakan lagi menyentuh pDianadara dan vagina Diana dari luar busananya.

Keempat pemerkosa itu kemudian menggiring Diana keluar. Di halaman rumahnya yang berpagar rapat, mereka berhenti di samping mobil komplotan itu.
“Kita foto bersama dulu,” kata Lae.

Lagi-lagi Diana harus tersiksa. Perempuan berjilbab dan berjubah itu kini diapit Gendut dan Dower. Gendut melepaskan tiga kancing atas jubah Diana hingga kini sepasang pDianadaranya terbuka. Digenggamnya pDianadara kanan Diana hingga tampak tegak. pDianadara kiri digenggam Dower sambil mengulum putingnya. Dower pun
mengangkat kaki kiri Diana setelah Panjul menarik jubahnya sampai batas pinggang. Panjul duduk di bawah sambil memeluk paha kanan Diana dan dua jarinya tampak masuk ke vaginanya.

“Yak… pose yang bagus !” seru Lae sambil menghidupkan kameranya. Dengan tripod ditaruhnya kameranya. Ia lalu bergabung dengan teman-temannya. Lae langsung duduk di sebelah Panjul. Dua jarinya ikut masuk dan bersama Panjul melebarkan liang vagina Diana. Mobil kini mulai berjalan meninggalkan rumah Diana.

Tapi tampaknya ini baru permulaan bagi artis berjilbab ini. Betapa tidak, ia sama sekali tak kebagian kursi.Ia kini dibaringkan di atas paha tiga lelaki. Jubahnya tertarik sampai ke pinggul dan kini vaginanya tengah dipermainkan. Leher botol Mansion terjepit di situ.Guncangan mobil menyebabkan isi botol yang tinggal
separuh, sesekali masuk ke vaginanya. Klitorisnya sampai memerah karena terus dikucek-kucek.


Sementara bagian dadanya terbuka bebas dan ada tangan-tangan yang tengah beraktivitas di situ. Kedua putingnya terus diputar-putar seperti tombol radio, menimbulkan suara-suara rintihan dari bibir tipisnya. Sebatang penis yang tegang pun menempel rapat di pipinya yang mulus